Dalam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram,
seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar
dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia leka melihat
seorang pemuda yang asyik membaca selawat dalam keadaan ihram. Malah di
Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya
dengan selawat ke atas Nabi.
“Hai saudara,” tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. “Setiap tempat
ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak membanyakkan doa dan
solat sedangkan itu yang lebih dituntut? Saya lihat saudara asyik
membaca selawat saja.”
Wajah mayat bertukar jadi himar
“Saya ada alasan tersendiri,” jawab pemuda itu. “Saya meninggalkan
Khurasan, tanahair saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Apabila
kami sampai di Kufah, tiba-tiba ayah saya sakit kuat. Dia telah
menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung
yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, apabila saya membuka semula
kain tersebut, rupa ayah saya telah bertukar menjadi himar. Saya malu.
Bagaimana saya mahu memberitahu orang ramai tentang kematian ayah saya
sedangkan wajahnya begitu hodoh sekali?
“Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan.
Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat
seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup
muka. Dia lantas membuka penutup mukanya apabila melihat saya dan
berkata, “Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah berlaku?”
“Maka saya menjawab, “Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?”
“Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga
ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sediakala. Saya segera
mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang
baru terbit pada malam bulan purnama.
“Engkau siapa?” tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu.
“Saya yang terpilih (Muhammad).”
“Saya lantas memegang jarinya dan berkata, “Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini boleh berlaku?”
Rahsia selawat 100 kali
“Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan
agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi himar
di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia
dan tidak di akhirat.
“Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan
selawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan
umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku.
Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat
kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan
ayahmu.”
(Dipetik Dari Buku 60 Kisah Bertemu Rasulullah s.a.w)
Gambaran Himar (Keldai) Dalam Al-Quran
Himar atau keldai adalah binatang yang sering menjadi gambaran sebuah
kedunguan. Di dunia Arab, binatang ini adalah binatang yang paling
rendah di mata mereka. Untuk itulah al-Qur’an pun ketika menyebut himar
untuk perumpamaan sesuatu, itu berarti sesuatu tersebut adalah merupakan
hal yang sangat rendah dan hina.
Seperti ketika al-Qur’an mengabadikan nasihat Luqman. Di akhir dari
nasihat tersebut, Luqman menyampaikan kepada anaknya agar bersuara yang
baik,
“Dan sederhanakanlah langkahmu semasa berjalan, juga rendahkanlah
suaramu (semasa berkata-kata), sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keldai”. (Luqman 31:19)
Begitu pula ayat yang akan kita renungi berikut ini
“(Sifat-sifat Nabi Muhammad itu telahpun diterangkan dalam Kitab
Taurat tetapi orang-orang Yahudi tidak juga mempercayainya, maka)
bandingan orang-orang (Yahudi) yang ditanggungjawab dan ditugaskan
(mengetahui dan melaksanakan hukum) Kitab Taurat, kemudian mereka tidak
menyempurnakan tanggungjawab dan tugas itu, samalah seperti keldai yang
memikul bendela Kitab-kitab besar (sedang ia tidak mengetahui
kandungannya). Buruk sungguh bandingan kaum yang mendustakan ayat-ayat
keterangan Allah; dan (ingatlah), Allah tidak memberi hidayah petunjuk
kepada kaum yang zalim.” (Al-Jumu’ah 62:5)
Ayat ini menyindir,memerli,menghina dan mencerca orang-orang Yahudi
yang diberikan Allah Kitab Taurat tetapi tidak mengamalkannya. Mereka
seperti keldai yang membawa kitab-kitab tebal di punggungnya tetapi
tidak mengerti sama sekali isi kitab-kitab tersebut dan tidak mengambil
manfaat sama sekali. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan
ayat-ayat Allah itu.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Allah ta’ala berfirman menyebutkan
keburukan Yahudi yang diberikan kepada mereka Taurat untuk diamalkan
tetapi mereka tidak mengamalkannya. Perumpamaan mereka seperti himar
(keldai) yang membawa kitab-kitab tebal….mereka lebih buruk keadaannya
daripada himar. Kerana himar tidak mempunyai pemahaman sementara mereka
boleh memahami tetapi tidak mengamalkannya.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/117,
MS)
Ayat ini disampaikan kepada umat Muhammad SAW agar menjadi pelajaran
bahwa generasi umat ini tidak boleh seperti generasi himar Yahudi.
Generasi yang mempunyai ilmu, wawasan, pengetahuan tentang baik dan
buruk bahkan mereka memahami ilmu itu dengan baik, tetapi ilmu tersebut
tidak bermanfaat bagi mereka. Mereka faham bahawa kebaikan harus
dilakukan, tetapi tidak mereka lakukan. Mereka pun faham bahwa keburukan
dan kejahatan harus dijauhi, tetapi tetap keburukan merupakan
sebahagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.
Allah telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita agar generasi ini
tidak menjadi generasi keldai. Penjelasan itu ada dalam rangkaian
ayat-ayat dalam Surat al-Jumu’ah tersebut. Berikut ayat yang menjelaskan
langkah generasi ini agar keluar dari rimba kesesatan.
“Dia lah yang telah mengutuskan dalam kalangan orang-orang (Arab)
yang Ummiyyin, seorang Rasul (Nabi Muhammad s.a.w) dari bangsa mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah (yang membuktikan
keesaan Allah dan kekuasaanNya), dan membersihkan mereka (dari iktiqad
yang sesat), serta mengajarkan mereka Kitab Allah (Al-Quran) dan Hikmah
(pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum syarak). Dan
sesungguhnya mereka sebelum (kedatangan Nabi Muhammad) itu adalah dalam
kesesatan yang nyata.” (Al-Jumu’ah 62:2)
Dalam ayat tersebut dijelaskan tugas Rasulullah Muhammad SAW dalam
melahirkan generasi sahabat yang luar biasa itu. Ada tiga tugas:
(1) Membacakan ayat-ayat Allah
(2) Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)(3) mengajarkan Kitab Allah (Al-Quran) dan Hikmah (pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum syarak)
Ternyata pengajaran ilmu Kitab Allah (Al-Quran) dan Hikmah (pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum syarak) diakhirkan setelah Tazkiyatun Nafs. Mengapa?
Kerana jiwa ini ibarat sebuah wadah/tempat. Jika wadahnya masih kotor, sejernih apapun ilmu yang dituangkan tetap akan terlihat keruh dan tidak bermanfaat. Akhirnya lahirlah keldai seperti yang disebutkan ayat diatas. Ilmu banyak tetapi tidak teraplikasikan dalam amal.
Maka, Nabi ditugaskan untuk menyucikan jiwa barulah mengajarkan Kitab Allah (Al-Quran) dan Hikmah (pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum syarak). Agar jiwa wadahnya bersih saat ilmu dituangkan dan diserap didalam diri. Sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dalam beramal.
Wallahu’alam….
sumber: HasnulHadiAhmad.Com
0 comments:
Post a Comment